CIANJUR – Pembangunan belasan rumah hunian tetap tahan gempa di Desa Sarampad, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, diduga asal-asalan. Bahkan warga menanggap rumah tersebut bukan tahan gempa tetapi rumah bunuh diri.
Berdasarkan pantauan dari 19 rumah yang sudah menandatangani kontrak kerjasama dengan pihak aplikator ada sekitar 6 rumah yang sudah mulai dibangun.
Meski begitu pembangunannya mangkrak sudah sekitar 2 bulan. Pembangunan pun baru sebatas pondasi kemudian pihak aplikator meninggalkan pembangunannya.
Dari pondasi yang sudah dibangun, diduga pembangunannya asal-asalan. Pasalnya pondasi tersebut sangat rapuh dan mudah hancur. Bahkan besi penyangga pondasi juga mudah dicabut. Tanpa perlu menggunakan tenaga, besok tersebut sudah bisa tercabut dari pondasinya.
Jaenudin (50), mengatakan dari pengalamannya sebagai kuli bangunan pondasi yang dibangun oleh pihak ketiga atau aplikator tersebut kekurangan bahan dan terkesan asal-asalan.
“Saya juga kuli bangunan, jelas ini dibangun asal-asalan. Tidak pakai cakar ayam, besinya mudah dicabut, kemudian pondasinya rapuh,” kata dia, belum lama ini.
Menurutnya dengan kualitas seperti itu, bangunan tersebut akan mudah hancur bahkan jika terjadi angin puting beliung.
“Jangankan oleh gempa, sama angin juga bisa roboh kalau kualitas pembangunannya seperti ini. Makanya kata saya mah ini bukan rumah tahan gempa, tapi rumah bunuh diri. Kalau ada gempa seperti kemarin, sudah dipastikan roboh dan bisa jadi korban kalau ada di dalamnya,” kata dia.
Senada, Dahlan (40), mengatakan kualitas pondasi yang sudah dibangun aplikator untuk rumahnya juga asal-asalan. Sebab kondisi serupa terjadi dimana beli pondasi mudah untuk dicopot tanpa tenaga.
“Sama di saya juga sepertinya asal-asalan. Ditambah lagi pekerjannya mangkrak, setelah bangun pondasi tinggal begitu saja, padahal janjinya 12 hari selesai,” ucapnya.
Bahkan, lanjut dia, akibat pembangunan yang mangkrak dia bersama tiga anggota keluarganya terpaksa tinggal di tenda darurat dengan ukuran 2,5×3 meter.
Tenda tersebut menurutnya lebih seperti kandang ternak dibandingkan untuk tempat bagi manusia.
“Awalnya tenda saya itu sedikit besar, ukuran 4×5 meter. Tapi karena katanya bangun dibangun dan sudah tandatangan SPR dengan aplikator, jadi saya geser dan bikin tenda kecil. Karena kan katanya hanya sebentar dibangunnya. Tapi sudah mangkrak 2 bulan, saya juga tinggal berhimpitan. Ditambah lagi kualitas pondasinya asal-asalnya, jadi sangat kecewa,” tegasnya.(*/rmd)